PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini keperawatan anak telah
mengalami pergeseran yang sangat mendasar. Anak sebagai klien tidak lagi
dipandang sebagai miniature orang dewasa. Demikian juga keluarga, tidak lagi
dipandang hanya sebagai pengunjung bagi anak yang sakit, melainkan sebagai
mitra bagi perawat dalam menentukan kebutuhan anak dan pemenuhannya dalam
bentuk pelayanan yang berpusat pada keluarga (family centred care). Tindakan yang dilakukan dalam mengatasi
masalah anak, apapun bentuknya, harus berlandaskan pada prinsip autraumatic care atau asuhan yang
terpeutik. Setiap perawat perlu memahami perspektif keperawatan anak sehingga
dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada anak selalu berpegang pada prinsip
dasar ini. (Supartini, Yupi. 2004)
Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan
penyakit dan peningkatan derajat kesehatan, bukan hanya mengobati anak yang
sakit. Upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan bertujuan
untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian pada anak, mengingat anak adalah
generasi penerus bangsa.
Leukemia adalah jenis kanker
anak yang paling umum terjad di ALL bertanggung Jawab untuk 80% kasus Leukemia
pada anak insidens paling tinggi terjadi pada anak-anak yang berusia antara 3
sampai 5 tahun anak perempuan menunjukkan prognosis yang lebih baik dari pada
anak laki-laki Anak kulit hitam mempunyai frekuensi remisi yang lebih sedikit
dan angka kelangsungan hidup (surfifal
rate) rata-rata yang lebih rendah.
(Betz, Cecily L, 2002. Hal : 300 ).
Anak adalah individu yang berusia 0-18 tahun dipandang
sebagai individu yang unik, yang mempunyai petensi untuk tumbuh dan
berkembang.anak bukanlah meniatur orang dewasa, melainkan individu yang berada
pada pada proses tumbuh-kembang dan mempunyai kebutuhan yang spesifik.
Sepanjang rentang sehat sehat sakit, anak membutuhkan perawat baik secara
langsung maupun tidak langsung sihingga tumbuh-kembangnya dapat terus berjalan.
.(Supartini Yupi,2004)
Salah satu tantangan terbesar yang
dihadapi keperawatan dewasa ini adalah memenuhi kebutuhan kesehatan bagi
masyarakat, Menanggapi hal ini, keperawatan telah memberikan penekanan lebih
pada peran perawat sebagai pendidik. Pengajaran, sebagai fungsi dari
keperawatan, telah dimasukkan dalam undang-undang praktek perawat dan dalam American Nurses Association Standards of
Nursing Practice, Dengan demikian, pendidikan kesehatan dianggap sebagai
menjadi fungsi mandiri dari praktik keperawatan dan merupakan tanggung jawab
utama dari proses keperawatan.
(Brunner & Suddarth. Edisi 8 Vol. 1,
2002)
Salah satu masalah kesehatan yang sering
diderita oleh individu adalah gangguan sistem Hematologi khususnya Leukemia.
Beberapa faktor yang ikut mempengaruhi terjadinya Leukemia yaitu faktor sosial
budaya, ekonomi, lingkungan fisik, dan biologis. Leukemia disebabkan oleh dua
faktor yaitu faktor exogen seperti: sinar radiasi, bahan kimia (bensol, arsen,
preparat sulfat) dan faktor endogen seperti : ras, kelainan kromoson, dan
herediter. (Asuhan keperawatan pada anak Edisi 2, Suriadi S.Kp MSN 2006)
Menurut H.L. Bloem (1974), status kesehatan dipengaruhi oleh
factor biologik, faktor prilaku, faktor lingkungan dan faktor pelayanan
kesehatan. Faktor biologik merupakan faktor yang berasal individu yang
bersangkutan dan disebut faktor keturunan. Faktor keturunan ini misalnya pada
penyakit alergi, kelainan jiwa, dan beberapa jenis penyakit kelainan darah yang
termasuk penyakit kanker..
Di dunia, kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah
penyakit kardiovaskular. Menurut laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun
2003, setiap tahun timbul lebih dari 10 juta kasus penderita baru kanker dengan
prediksi peningkatan setiap tahun kurang lebih 20%. Diperkirakan pada tahun
2020 jumlah penderita baru penyakit kanker meningkat hampir 20 juta penderita,
84 juta orang diantaranya akan meninggal pada sepuluh tahun ke depan bila tidak
dilakukan intervensi yang memadai
Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
penyakit kanker merupakan penyebab kematian nomor 5 di Indonesia setelah
penyakit kardiovaskuler, infeksi, pernafasan dan pencernaan. Menurut data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevelensi tumor di masyarakat sebesar
4,3 per 1000 penduduk. Sedangkan Data statistik rumah sakit dalam Sistem
Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2006, menunjukkan bahwa kanker payudara
menempati urutan pertama pada pasien rawat inap (19,64%), disusul kanker leher
rahim (11,07%), kanker hati dan saluran empedu intrahepatik (8,12%), Limfoma
non Hodgkin (6,77%), dan Leukemia (5,93%). Leukemia merupakan kanker yang
sering terjadi pada anak. (http://www.depkes.go.id)
Menurut data badan kesehatan dunia(WHO), setiap tahun
jumlah penderita kanker di dunia bertambah sekitar 6,25 juta orang. Tahun demi
tahun, angka kejadian kanker pada anak terus meningkat, jumlahnya mencapai 2-4%
dan seluruh kejadian penyakit kanker pada manusia. Sedangkan angka kejadiannya
mencapai 110 hingga 130 kasus persejuta anak pertahun. Sebuah laporan
internasional bahkan menyatakan 10% kematian pada anak disebabkan penyakit
kanker.
Dan data RSCM
yang tersedia, bahkan diketahui bahwa dua penyebab utama kematian kanker
anak di Indonesia adalah karena leukemia (kanker darah) dan retinoblastoma
(kanker mata). Bahkan ditengarai jumlah anak pengidap leukemia di Indonesia
mencapai 25-30%.
(http://www.koalisi.orang/detail.com)
Menurut data bagian Medical Record RSUP. Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar didapatkan penderita penyakit leukemia yang dirawat
khususnya di ruang Perawatan Anak Lontara IV Atas, ditemukan insiden pada tahun
2008 jumlah pasien sebanya 130 orang.
Sedangkan pada tahun 2009 jumlah pasien sebanyak 120 orang
Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk membuat
laporan studi kasus dengan judul Asuhan Keperawatan pada Anak”A”dengan gangguan
system hematologi Leukemia di ruang perawatan anak Lontara IV atas RSUP
DR.Wahidin Sudirohusodo Makassar
B. Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman dalam penerapan
asuhan keperawatan pada anak “A” dengan gangguan sistem hematologi : Leukemia
di Ruang perawatan Anak Lontara IV Atas RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar
2.
Tujuan Khusus
2.1.
Memperoleh pengalaman dalam pengkajian, analisa data,
dan merumuskan diagnosa keperawatan yang terjadi pada klien anak “A” dengan
gangguan sistem hematologi : Leukemia di Ruang Perawatan Anak Lontara IV Atas
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
2.2.
Memperoleh pengalaman dalam merumuskan rencana asuhan
keperwatan pada klien anak “A” dengan gangguan sistem hematologi : Leukemia di
Ruang Perawatan Anak Lontara IV Atas RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
2.3.
Memperoleh pengalaman dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien anak “A” dengan gangguan sistem hematologi : Leukemia di
Ruang Perawatan Anak Lontara IV Atas RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
2.4.
Memperoleh pengalaman dalam melaksanakan evaluasi pada
klien anak “A” dengan gangguan sistem hematologi : Leukemia di Ruang Perawatan
Anak Lontara IV Atas RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
2.5.
Memperoleh pengalaman dalam mendokumentasikan pada
klien anak “A” dengan gangguan sistem hematologi : Leukemia di Ruang Perawatan
Anak Lontara IV Atas RSUP Dr. Wahidin Sudirohusod Makassar.
2.6.
Menganalisa perbedaan yang terjadi antara teori dan
kenyataan pada klien anak “A” dengan gangguan sistem hematologi : Leukemia di
Ruang Perawatan Anak Lontara IV Atas RSUP Dr. Wahidin Sudirohusod Makassar.
C. Manfaat Penelitian
1.
Akademik
Sebagai sumber bacaan di perpustakaan
Akper Muhammadiyah Makassar dalam rangka peningkatan mutu pendidikan perwatan
di masa yang akan datang.
2.
Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan bagi perawat badan Pengelola Rumah Sakit Umum
Pemerintah Makassar untuk mengambil langkah dalam rangka meningkatkan mutu
pelayanan keperwatan pada klien, khususnya bagi penderita Leukemia di Ruang
perwatan Anak Lontara IV Atas RSUP Dr. Wahidin Sudirohusod Makassar.
3.
Klien dan Keluarga
Dapat meningkatkan pengetahuan klien
dan keluarga tentang perawatan, pencegahan dan penaganan penyakit Leukimia.
4.
Manfaat Untuk Tenaga Keperawatan
Sebagai suatu referensi dan sumber
pengetahuan bagi tenaga keperawatan untuk meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan secara komprehensif, sehingga berimplikasi pada peningkan kualitas
kesehatan klien.
D. Metodologi
1.
Tempat, waktu pelaksaan pengambilan kasus
Di ruang perawatan Anak Lontara IV Atas RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar tanggal 17 – 22 Agustus 2009.
2.
Tehnik pengumpulan data
a.
Observasi
Melakukan pengamtan langsung kepada
klien dengan cara melakukan pemeriksaan yang terkait dengan perkembangan
keadaan klien.
b.
Wawancara
Wawancara yaitu suatu tehnik
pengumpulan data dengan melakukan interview atau Tanya jawab secara langsung
pada penderita dan keluarga.
c.
Pemeriksaan Fisik
Tehnik yang digunakan dalam periksaan
fisik ada 4 yaitu : inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi pada seluruh
system tubuh.
d.
Studi Dokumentasi
Menggunakan catatan-catatan kasus
kesehatan atau dokumen dari rumah sakit yang berhubungan dengan status
kesehatan klien.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
a. Leukimia adalah poliferasi sel darah putih yang
masih imatur dalam jaringan
pembentuk darah. (Suriadi,Skp,MSN & Rita Yuliani,SKp.M.Psi 2006 Edisi 2
Hal: 160)
b. Leukimia merupakan penyakit akibat terjadinya
poliferasi sel leukosit yang
abnormal dan ganas serta sering disertai adanya leukosit jumlah
berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya anemia trombositopenia.(A.Aziz
Alimul Hidayat 2006 Hal: 44)
c. Leukimia merupakan poliferasi tanpa batas sel
darah putih yang imatur dalam jaringan tubuh yang membentuk darah.
(Wong’s
Essentials of Pediatrik Nursing.Edisi 6 Hal: 1137)
d. Leukimia adalah sekumpulan penyakit yang di tandai
oleh adanya akumulasi leukosit ganas dalam sumsum tulang dan darah.
(Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4 2005
Hal: 150)
|
2.
Anatomi dan
Fisiologi
a.
Kakakteristik Darah
Darah memiliki karakteristik khusus:
1) Jumlah
Seseorang memiliki
empat sampai enam liter darah dalam tubuhnya, yang bergantung pada ukuran
tubuhnya. Sekitar 38% sampai 48%, total volume darah dalam tubuh manusia
tersusun berbagai sel darah, yang juga disebut “elemen penyusun.” Sisanya,
yaitu sekitar 52% sampai 62% merupakan plasma, bagian cair darah.
2) Warna
Anda mungkin berkata
pada diri Anda, “tentu, warnanya merah!” Warna merah disinggung di sini
meskipun sebenarnya warna merahnya bervariasi. Darah arteri tampak merah terang
karena mengandung kadar oksigen tinggi. vena telah memindahkan kandungan
oksigennya ke jaringan sehingga memiliki warna yang lebih gelap. Hal ini bisa
sangat penting dalam pengkajian sumber perdarahan. Jika warna darah merah
terang, kemungkinan darah berasal dari arteri yang terobek, dan jika warna
darah merah gelap, kemungkinan darah tersebut merupakan darah vena.
3) pH
Kisaran pH normal darah adalah 7,35 sampai 7,45, yang
cenderung agak basa Darah vena biasanya memiliki pH yang lebih rendah daripada
darah arteri karena mengandung karbon dioksida dalam jumlah lebih besar.
4) Viskositas
Berarti
pengentalan atau tahanan terhadap aliran darah. Darah lebih kental
sekitar 3-5 kali dibanding air. Viskositas darah meningkat dengan adanya
sel-sel darah dan protein plasma, dan
kekentalan ini berpengaruh pada tekanan
darah normal.
b. Plasma
Plasma adalah
bagian cair darah, dan sekitar 91% merupakan air. Kemampuan melarutkan
air memungkinkan plasma rnengangkut berbagai substansi. Nutrien yang diserap
dari saluran pencernaan disirkulasi ke berbagai jaringan tubuh. Dan produk sisa
dari jaringan diangkut ke ginjal dan diekskresikan melalui urine. Hormon yang
diproduksi oleh kelenjar endokrin diangkut oleh plasma menuju organ sasarannya,
dan antibodi juga diangkut oleh plasma. Sebagian besar karbon dioksida yang
dihasilkan sel diangkut oleh plasma
dalam bentuk ion bikarbonat (HCO 3). Ketika darah memasuki paru CO2 dibentuk
kembali, berdifusi ke dalam alveoli. dan akan diembus keluar.
c. Sel
Darah
Ada tiga macam sel darah: sel darah merah, sel darah
putih, dan trombosit. Sel-sel darah diproduksi oleh jaringan hemopoietik, yang
ada dua, yaitu: sumsum tulang merah yang terdapat pada tulang pipih dan tulang
tak beraturan, dan jaringan limfatik, seperti limpa, kelenjar getah bening, dan
kelenjar timus.
1) Sel
Darah Merah
Disebut juga eritrosit, sel darah merah berbentuk cakram
bikonkaf, yang berarti bagian tengahnya lebih tipis dari pada bagian tepinya.
Nukleus sel darah merah mengalami disintegrasi selama pematangan sel darah
merah dan menjadi tidak dibutuhkan dalam menjalankan fungsinya.
Jumlah sel darah merah berkisar antara 4,5 sampai 6
juta per mm3 darah (milimeter kubik sekitar satu tetesan yang sangat kecil).
Hitung sel darah merah pada laki-laki sering kali berada di ujung atas kisaran
ini sedangkan pada wanita sering kali berada di ujung bawah kisaran. Cara lain
untuk menentukan jumlah sel darah merah adalah dengan hematokrit. Pengujian ini
dilakukan dengan cara memasukkan darah ke dalam tabung kapiler kemudian
mensentrifugasikannya sehingga sel darah terkumpul pada satu ujung. Setelah itu
persentase sel darah dan plasma dapat ditentukan. Karena sel darah merah adalah
sel darah yang paling banyak, total sel darah pada hematokrit normal sekitar
38% sampai 48%. Hitung sel darah merah dan hematokrit adalah bagian pemeriksaan
hitung darah lengkap
‘
. a). Fungsi
Sel darah merah mengandung protein Hemoglobin (Hb),
yang memberi kemampuan kepada sel darah merah untuk mengangkut oksigen. Setiap
sel darah merah mengandung sekitar 300 juta molekul hemoglobin, yang
masing-masing dapat mengikat empat molekul oksigen. Pada kapiler di paru-paru
sel darah merah akan rnengikat oksigen dan membentuk oksihemoglobin. Pada
kapiler sistemik, hemoglobin akan memberikan sebagian besar oksigennya dan
hemoglobin menjadi berkurang. Penentuan kadar hemoglobin juga termasuk bagian
pemeriksaan hitung darah total; kisaran normalnya sekitar 12-18 gram per 100 ml
darah. Sangat diperlukan pada pembentukan hemoglobin adalah mineral besi;
terdapat empat atom besi pada setiap molekul hemoglobin. Sebenarya atom besilah
yang mengikat oksigen dan membuat sel darah merah berwana merah.
b). Produksi dan Pematangan
Sel darah merah dibuat di sumsum tulang merah pada
tulang pipih dan tak beraturan. Pada sumsum, tulang merah terdapat sel prekusor
yang disebut Sel induk, yang secara terus-menerus mengalami mitosis untuk
memproduksi semua jenis sel darah, yang kebanyakan adalah sel darah merah.
Kecepatan produksinya sangat cepat (diperkirakan beberapa juta sel darah merah
baru setiap detik) dan faktor pengatur utamanya adalah oksigen. Jika tubuh
dalam keadaan hipoksia, atau kekurangan oksigen, ginjal akan memproduksi hormon
eritropoietin, yang akan menstimulasi sumsum tulang merah untuk meningkatkan
kecepatan produksi sel darah merah. Keadaan ini akan muncul setelah hemoragi
atau jika seseorang tinggal untuk suatu waktu pada daerah dataran tinggi.
Sebagai hasil aksi eritropoietin, akan semakin banyak sel darah merah yang
tersedia untuk mengangkut oksigen dan memperbaiki keadaan hipoksia.
Sel induk yang akan menjadi sel darah merah mengalami
beberapa tahap perkembangan; hanya dua tahap perkembangan yang terakhir yang
akan kita bicarakan. Normoblas adalah tahap terakhir yang masih memiliki
nukleus, yang kemudian akan mengalami disintegrasi. Retikulosit memiliki bagian retikulum endoplasma, yang
akan terlihat ketika apusan darah diwarnai saat diamati dengan mikroskop. Sel
yang belum matang ini biasanya ditemukan pada sumsum tulang merah meskipun
sejumlah kecil retikulosit pada sirkulasi perifer dianggap normal. Apabila
terdapat retikulosit atau normoblas dalam sirkulasi darah dengan jumlah besar,
itu berarti bahwa jumlah sel darah merah matang yang ada tidak cukup untuk
mengangkut okeigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Keadaan seperti ini meliputi hemoragi,
atau ketika sel darah merah matang menjadi rusak, seperti pada penyakit Rh pada
bayi yang baru lahir dan malaria.
Pematangan sel darah merah membutuhkan banyak nutrien.
Protein dan besi dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin dan menjadi bagian molekul
hemoglobin. Vitamin asam folat dan B12 dibutuhkan untuk sintesis DNA dalam sel
induk sumsum tulang merah. Selama sel-sel ini mengalami mitosis, sel tersebut
secara terus-menerus momproduksi sel-sel kromosom baru. Vitamin B12 juga
disebut fakot ekstrinsik karena sumbernya berasal dari luar tubuh, yaitu
makanan. Sel parietal pada lapisan lambung memproduksi faktor intrinsik, suatu
zat kimia yang bergabung dengan vitamin B12 dan makanan untuk mencegahnya
dicerna dan meningkatkan absorpsinya pada usus halus. Defisiensi vitamin B12
atau faktor intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa
c). Umur Darah
Umur sel darah merah sekitar 120 hari. Ketika Sel
Darah Merah (SDM) mencapai usia ini, SDM mudah rusak dan dikeluarkan sirkulasi
oleh sel dan sistem makrofag jaringan (biasanya disebut sistem
retikuloendotelial atau RES). Organ yang mengandung makrofag (artinya“pemangsa
besar”) adalah hati, limpa, dan sumsum tulang merah. Sel darah merah lama akan
difagosit dan dicerna oleh makrofag. dan kandungan besinya akan dikembalikan ke
dalam aliran darah untuk kembali lagi ke dalam sumsum tulang merah yang
digunakan untuk sintesis hemoglobin baru.
d) Golongan Darah
Golongan darah kita diturunkan secara genetik yaitu,
kita mewarisi gen-gen dari orang tua kita yang akan menentukan golongan darah
kita. banyak faktor atau golongan sel
darah merah; kita akan membahas dua yang paling penting, yaitu golongan ABO dan
faktor Rh.
(1). Golongan Darah A,
B, O
Golongan A, B,
O terdiri dari empat golongan darah: A, B, AB, dan 0. Huruf A dan B mewakili
antigen (Protein-oligosakarida) pada membran sel darah merah. Seseorang yang
memiliki golongan.
Golongan darah A, B, O
Golongan
|
Antigen
pada sel darah merah
|
Antibody
pada plasma
|
A
B
AB
O
|
A
B
A
dan B
Tidak
ada antigen
|
Anti-B
Anti-A
Tidak
ada antibody
Anti-A
dan anti-B
|
Tabel.1.1
Seseorang yang memiliki golongan.darah A memiliki
antigen A pada sel darah merahnya, dan seseorang dengan golongan darah B
memiliki antigen B. Golongan darah AB berarti orang tersebut memiliki kedua
antigen A dan B, dan golongan O berarti tidak ada antigen A maupun antigen B.
Pada plasma setiap orang terdapat antibodi alami untuk
antigen-antigen yang tidak ada dalam sel darah merah. Oleh karena itu,
seseorang dengan golongan darah A memiliki antibodi anti-B pada plasmanya;
seseorang dengan golongan darah B memiliki antibodi anti-A, golongan darah AB
tidak rnemiliki antibodi anti-A maupun anti-B, dan golongan darah 0 memiliki
antibodi anti-A maupun anti-B.
Antibodi alamiah ini sangat penting pada transfusi. Jika
memungkinkan, seseorang harus menerima darah dengan golongan darah yang sesuai
dengan golongan darahnya; hanya jika tidak tersedia golongan darah tersebut,
baru dapat diberikan golongan darah lain. Sebagai contoh, seseorang dengan
golongan darah A membutuhkan transfusi darah karena hemoragi. Jika diberikan
darah dengan golongan B, apa yang akan terjadi? Resipien dengan golongan darah
A memiliki antibodi anti-B yang akan berikatan dengan antigen golongan darah B
sel darah merah donor. Sel darah merah golongan darah B pertama-tama akan
menggumpal (aglutinasi) dan kemudian pecah (hemolisis), yang akan menggagalkan
tujuan transfusi. Akibat lain yang lebih serius adalah hemoglobin dan eritrosit
yang mengalami hemolisis akan menyumbat kapiler ginjal, yang dapat menimbulkan
kerusakan ginjal ataupun gagal ginjal. Oleh karena itu, penggolongan darah dan
pencocokan silang darah donor dan darah resipien di laboratorium rumah sakit
menjadi sangat penting sebelum melakukan transfusi. Prosedur ini membantu
menjamin bahwa darah donor tidak akan menyebabkan reaksi transfusi hemolitik
pada resipien.
Anda mungkin pernah mendengar konsep yang menyatakan
bahwa golongan darah 0 adalah “donor universal”. Biasanya golongan darah 0
negatif bisa diberikan kepada orang dengan golongan darah lain. Hal ini karena
golongan darah 0 tidak memiliki antigen A maupun antigen B pada sel darah
merahnya, sehingga tidak akan terjadi reaksi terhadap antibodi apapun yang
dimiliki resipien. Istilah “negatif” digunakan untuk menunjukkan faktor Rh, yang
akan kita bahas kemudian.
(2). Faktor Rh
Adalah
tipe antigen lain (sering disebut D) yang mungkin terdapat pada sel darah
merah. Seseorang yang sel darah merahnya memiliki antigen Rh disebut Rh
positif, sedangkan yang tidak memiliki antigen Rh disebut Rh negatif. Seseorang
dengan Rh negatif tidak memiliki
antibodi alami terhadap antigen Rh, oleh karena itu antigen ini dianggap asing.
Jika seseorang dengan Rh negatif menerima darah dengan Rh positif karena suatu
kesalahan, maka akan terbentuk antibodi sebagaimana pembentukan antibodi ketika
terdapat bakteri ataupun virus. Kesalahan transfusi yang pertama sering tidak
menyebabkan rnasalah, karena produksi atibodi berlangsung perlahan-lahan selama perjalanan yang pertama. Namun,
pada transfusi selanjutnya, ketika antibodi anti-Rh sudah ada, akan terjadi
reaksi transfusi, disertai hemolisis dan kernungkinan kerusakan ginjal.
2) Sel Darah Putih
Sel darah putih juga dikenal dengan nama Leukosit. Ada
lima macam sel darah putih; semuanya memiliki ukuran yang lebih besar daripada
sel darah merah dan memiliki nukleus ketika matang. Nukleus dapat berupa suatu
bentuk tunggal ataupun muncul dalam beberapa lobus. Dengan pewarnaan khusus
untuk pemeriksaa mikroskopik, akan muncul gambaran khusus untuk setiap sel darah
putih.
Hitung sel darah putih normal (merupakan bagian hitung
darah lengkap) adalah 5000—10.000 per mm3. Perhatikan bahwa jumlah tersebut
terbilang kecil bila dibanding hitung sel darah merah normal. Sebagian besar
sel darah putih tidak terdapat di dalam pembuluh darah, tetapi berfungsi dalam
cairan jaringan.
a). Kiasifikasi dan Tempat
Produksi
Kelima macam sel darah putih bisa dikiasifikasikan ke
dalam dua kelompok: granular dan tidak bergranula. Leukosit bergranular
diproduksi dalam sum- sum tulang merah; yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil,
yang akan terlihat dengan warna granula yang lebih terang ketika diwarnai.
Leukosit tidak bergranula adalah limfosit dan monosit, yang diproduksi pada
jaringan limfatik, limpa, kelenjar getah bening, dan timus, sebagaimana juga
diproduksi pada sumsum tulang merah. Hitung jenis sel darah putih (bagian
hitung darah total) adalah persentase setiap jenis leukosit. Kisaran normal
ditunjukkan pada Tabel dibawah, disertai nilai normal hitung darah lengkap
lain.
b). Hitung Darah Lengkap
Pengukuran
|
Kisaran normal
|
Sel
darah merah
Hemoglobin
Hemaktokrit
Retikulosit
Sel
darah putih (total)
Neutrofil
Eosinofil
Basofil
Limfosit
Monosit
Trombosit
|
4,5-6
juta/mm3
12-18
gram/100 ml
38-48%
0%-1,5%
5000-10.000/mm3
55-70%
1-3%
0,5-1%
20-35%
3-8%
150.000-300.000/mm3
|
Tabel 1.2
c). Fungsi
Seluruh sel darah putih memiiki fungsi umum yang sama,
yaitu melindungi tubuh dan penyakit infeksi dan membentuk imunitas terhadap
penyakit tertentu. Setiap jenis leukosit memiliki suatu peranan untuk menjaga
homeostasis yang sangat penting ini.
Neutrofil dan monosit memiliki kemampuan memfagosit
patogen. Neutrofil adalah yang paling banyak menjalankan fungsi ini, tetapi
menjalankan fungsi ini dengan sangat efisien, monosit berdiferensiasi menjadi
makrofag, yang juga memfagosit jaringan yang sudah rusak amati pada tempat
cedera, yang membantu perbaikan jaringan menjadi mungkin.
Eosinofil dipercaya memiliki fungsi untuk
mendetoksifikasi protein asing. Hal ini penting terutama pada reaksi alergi dan
infeksi parasit, seperti kinosis (parasit cacing). Basofil mengandung gra
heparin dan histamin. Heparin adalah suatu anti koagulan yang membantu mencegah
pembekan yang tidak normal dalam pembuluh darah. F mm, seperti yang Anda ingat,
dilepaskan sel bagian proses inflamasi, dan efeknya memiliki kapiler lebih
permeabel, yang memungkinkan jaringan, protein, dan sel darah putih berkumpul
di daerah yang mengalami kerusakan
3) Trombosit
Nama yang umum untuk platelet adalah trombosit, yang
bukan merupakan sat lengkap, melainkan fragmen atau pecahan sel. Hitung normal
trombosit bagian dalam hitung darah lengkap) adalah 150.000-300.000 / mm3
(batas atasnya bisa meningkat menjadi 500.000). Trombositopenia adalah istilah
untuk hitung trombosit yang rendah.
a). Tempat Produksi
Sebagian sel induk pada sumsum tulang merah
berdiferensiasi menjadi sel besar yang dinamakan megakariosit, yang akan pecah
menjadi bagian-bagian kecil yang memasuki sirkulasi. Bagian yang terdapat di
dalam sirkulasi mi adalah trombosit, yang bisa hidup sekitar lima sampai 9
hari, jika tidak digunakan sebelum hari tersebut.
b). Fungsi Trombosit
Trombosit dibutuhkan untuk memelihara hemostasis, yang
berarti mencegh kehilangan darah. Ada tiga mekanisme yang terjadi, dan
trombosit terkait dalam setiap mekanismenya.
(1)
Spasme Vascular
Ketika pembuluh darah besar, seperti arteri atau vena
cedera berotot polos dinding pembuluh darah tersi akan berkontraksi sebagai
respons terhadap kerusakan yang terjadi (disebut respons flagenik). Trombosit
yang terdapat di dalam yang mengalami kerusakan akan melepaskan konstriksi
pembuluh darah. Diameter pembuluh darah tersebut akan segera mengecil, dan
lubang yang kecil tersebut akan segera tertutup oleh gumpalan darah. Jika
pembuluh darah tidak mengecil terlebih dahulu, bekuan darah yang terbentuk akan
segera tersapu oleh dorongan akibat tekanan darah.
c).
Sumbat Trombosit
Ketika suatu kapiler mengalami ruptur, kerusakan yang
terjadi terlalu kecil untuk memulai pembentukan bekuan darah. namun, permukaan
luka yang kasar akan menyebabkan trombosit Iengket dan melekat pada pinggiran
luka dan saling melekat satu sama lain. Trombosit tersebut akan membentuk suatu
sawar rnekar atau dinding untuk menutup kerusakan yang terjadi pada kapiler.
Kerusakan kapiler cukup sering terjadi dan pembentukan sumbat trombosit sekecil
apapun sangat dibutuhkan untuk menutup kerusakan tersebut.Apakah sumbat
trombosit cukup efek untuk luka yang terjadi pada pembuluh darah yang lebih
besar? Jawabannya adalah tidak, karena sumbat trombosit tersebut akan tersapu
oleh aliran darah secepat pembentukannya, Apakah spasme vaskular cukup efektif
pada kerusakan kapiler? Sekali lagi, jawabannya adalah tidak, karena kapiler
juga tidak memiliki otot polos sehingga kapiler tidak bisa berkonstriksi sama
sekali.
(1)
Pembekuan Kimiawi
Rangsangan untuk
pembekuan darah adalah permukaan yang kasar pada pembuluh darah, atau kerusakan
pada pembuluh darah, yang juga menciptakan permukaan yang kasar. Semakin besar
kerusakan yang terjadi, semakin cepat pembekuan darah yang terjadi, dan
biasanya dimulai dalam 15 sampai 20 detik.
Mekanisme pembekuan merupakan suatu rangkaian reaksi
yang melibatkan zat kimia yang dalam keadaan normal beredar dalam darah, dan
zat-zat lain dilepaskan ketika pembuluh darah rusak.
(buku ajar
anatomi dan fisiologi, edisi 3, 2007)
3.
Klasifikasi
a. Leukimia akut
1). Leukimia Limfositik Akut (ALL)
Dianggap
sebagai suatu proliferasi ganas limfoblas,
paling
sering
terjadi pada anak-anak, dengan laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, dan puncak
insidensi pada usia 4 tahun, setelah usia 15 tahun ALL jarang terjadi
2) Leukimia Mielogeneus Akut (AML)
Mengenal
sistem sel hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid, monosit, grnulosit (basofil,
neutrofil, eusinofil), eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat
terkena, insiden meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan Leukemia Nonlimfositik yang paling sering terjadi
(Muttaqin
arif. 2009)
b. Leukimia Kronis
1).
Leukimia Limfositik Kronis (LLK)
Leukemia Limfositik
Kronik (LLK) merupakan suatu gangguan limfoproliferatif yang ditemukan pada
orang tua (umur median 60 tahun) dengan perbandingan2:1 untuk laki-laki. LLK
dimanifestasikan oleh proliferasi dan akumulasi 30% limfosit matang abnormal
kecil dalam sumsum tulang, darah perifer, dan tempat-tempat ekstramedular,
dengan kadar yang mencapai 100.000+/mm3 atau lebih. Pada lebih dan
90% kasus, limfosit abnormal adalah limfosit B. Karena limfosit B berperan pada
sintesis imunoglobulin pasien dengan LLK mengalami insufisiensi sintesis
imunoglobulin dan penekanan respons antibodi. Studi sitogenetik menunjukkan
leblh dari 80% pasien mengalami berbagai perubahan sitogenetik, yang mungkin
menunjukkan prognosis buruk awitannya tersembunyi dan berbahaya dan sering
ditemukan pada pemeriksaan darah rutin, yang memperlihatkan peningkatan jumlah
limfosit absolut atau karena limfadenopati dan splenomegali yang tidak sakit.
waktu penyakitnva berkembang, hati juga membesar. Pasien yang hanya menderita
limfositosis dan limfadenopati dapat bertahan 10 tahun atau lebih lama. Dengan
terkenanya organ, terutama lien, prognosis memburuk.Anemia dini dan
trombositopenia (jumlah trombosit rendah) bersama penggandaan waktu SDP pada kurang dari setahun merefleksikan
prognosis sangat buruk dengan harapan hidup median kurang dari 2 tahun. Sekitar
10% pasien mengalami transformasi agresif serupa dengan sindrom Richter
(limfoma agresif).
Sekitar 5% sampai
10% pasien mengalami anemia hemolitik autoimun atau trombositopenia atau
keduanya, memerlukan intervensi dengan steroid atau agen kemoterapi atau
keduanya.
Pasien dengan
penyakit derajat rendah diobservasi bertahun-tahun tanpa intervensi aktif yang
diperlukan selama beberapa tahun. Pengobatan diindikasikan bila pasien
mengalarni pansitopenia yang meningkat dengan infeksi, peningkatan limfadenopati dan organomegali, anemia dan trombositopenia akibat penggantian sumsum
tulang, dan perubahan kualitas hidup pasien. Pengobatan ditujukan pada
pengurangan massa limfositik sehingga membalikkan pansitopenia dan menghiiangkan rasa tidak nyaman yang disebabkan
oleh pembesaran organ. Beberapa pasien dengan anemia hemolitik autoimun yang
secara medis tidak memberikan respons atau trombositopenia mungkin memerlukan splenektomi. Agen pengakil, seperti kiorambusil dan sikiofosfarnid, aktif pada pengobatan LLK. Fludarabin antimetabolit
purin, diberikan 3-5 hari sebagai agen tunggal .juga efektif dan dapat digabung
dengan agen aktif lain seperti
sikiofosfamid jika pasien menjadi refrakter. Pendekatan baru terhadap
pengobatan keganasan sel B seperti LLK adalah pemakaian terapi biologi,
menggunakan antibodi monoklonal ini mencakup rituximab (anti-CD20) dan Campath
IH (anti-CD52), keduanya memperoleh persetujuan FDA.
(Sylvia
A. Price, Edisi 6, 2006)
2). Leukemia Sel Berambut
Leukemia Sel
Berambut relatif jarang terjadi, leukemia limfositik sel B indolen. Nama
mengidentifikasi projeksi mikroskop seperti gelondong pada limfosit pada apusan
darah dan sumsum tulang yang diwarnai.
(Sylvia A. Price,
Edisi 6, 2006)
3). Leukimia Mielogeneus Kronis (LMK)
Juga dimasukkan dalam
keganasan sel stem myeloid. Namun, lebih banyak terdapat sel normal dibanding
pada bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. Abnormalitas genetic yang
dinamakan kromosom Philadelphia ditemukan
pada 90% sampai 95% klien dengan LMK. LMK jarang menyerang individu berusia
dibawah 20 tahun, namun insidennya meningkat sesuai pertambahan usia.
(Muttaqin arif.
2009)
Riset
terbaru telah mengungkapkan bahwa leukemia merupakan penyakit kompleks dengan
heterogenitas yang beragam.akibatnya,klasifikasi leukemia menjadi semakin
kompleks,rumit,dan sangat pentin,karena identifikasi subtipe leukemia memiliki
implikasi terapeutik dan prognostik.Berikut ini merupakan uraian ringkas
mengenai sistem klasifikasi yang baru-baru ini dipakai:
1. Morfologi
Dua
bentuk penyakit leukemia yang umumnya ditemukan pada anak-anak adalah:leukemia limfoid akut(acute lymphoid
leukemia,ALL) dan leukemia
nonlimfoid(mielogenus)akut(acute nonlymphoid [myelogenous]leukemia, ANLL/AML.).sinonim untuk ALL0 meliputi
leukemia limfatik, limfositik, limpoblastik, dan limfoblastoid. Biasanya
istilah istilah leukemia sel tunas (stem
cell) atau sel blast juga mengacu
pada leukemia tipe limfoid.sinonim untuk tipe AML meliputi leukemia
granulositik, mielositik,
monositik,mielogenus, monoblastik,dan monomieloblastik.
2. Penanda(marker)sitokimia
Beberapa
preparat pewarna kimia membantu membedakan ALL dengan AML.sebagai contoh,ALL
akan menunjukkan warna positif setelah diberi terminal deoxynucleotidyl transferase(TdT)sementara AML
memperlihatkan sifat nonreaktif(Margolin dan Poplack,1997)
3. Pemeriksaan kromosom
Análisis
kromosom sudah menjadi alat yang penting dalam menegakkan diagnosis leukemia
limfoblastik akut.sebagai contoh,anak-anak dengan trisomi 21 akan meghadapi
risiko 20 kali lipat untuk mengalami leukemia limfoid akut dibandingkan
anak-anak lain. Anak-anak yang memiliki lebih dari 50 kromosom pada sel-sel
leukemia(hiperdiploid) mempunyai prognosis yang paling baik(Margolin dan
Poplack,1997).translokasi kromosom yang juga ditemukan pada sel-sel leukemia
dapat menunjukkan prognosis yang baik seperti pada trisomi 4 dan 10,atau
prognosis yang buruk,seperti pada t(9:22)atau kromosom Philadelphia.
4. Penanda imunologik permukaan-sel
Antigen
permukaan-sel telah memungkinkan diferensiasi ALL menjadi tiga kelas yang
besar:ALL non-T, non-B memiliki prognosis yang paling baik,terutama jika mereka
mempunyai antigen leukemia limfosit akut yang umum, yang dikenal sebagai
CALLA-positif,terdapat pada permukaan selnya(Margolin dan Poplack,1997)
4.
Etiologi
Penyebab
yang pasti belum di ketahui, akan tetapi terdapat factor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya Leukimia, yaitu :
a.
Faktor genetic: virus tertentu menyebabkan terjadinya
perubahan struktur gen (T cell Leukmia lymphoma virus/HTLV)
b.
Radiasi : sinar X
c.
Obat-obat imunosupresif, obat obat karsinogenik seperti
diethylstilbestor
d.
Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
e.
Kelainan kromosom, misalnya pada Down Syndrome
(Asuhan keperawatan
pada anak Edisi 2,Suriadi,S.Kp,MSN 2006)
5.
Insiden
Menurut
data badan kesehatan dunia(WHO), setiap tahun jumlah penderita kanker di dunia
bertambah sekitar 6,25 juta orang. Tahun demi tahun, angka kejadian kanker pada
anak terus meningkat, jumlahnya mencapai 2-4% dan seluruh kejadian penyakit
kanker pada manusia. Sedangkan angka kejadiannya mencapai 110 hingga 130 kasus
persejuta anak pertahun. Sebuah laporan internasional bahkan menyatakan 10%
kematian pada anak disebabkan penyakit kanker.
(http://www.koalisi.orang/detail.com)
Dan data RSCM yang tersedia, bahkan diketahui bahwa
dua penyebab utama kematian kanker anak di Indonesia adalah karena leukemia
(kanker darah) dan retinoblastoma (kanker mata). Bahkan ditengarai jumlah anak
pengidap leukemia di Indonesia mencapai 25-30%.
(http://www.koalisi.orang/detail.com)
Menurut data bagian Medical Record Rumah Sakit Umum
Pusat. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar didapatkan penderita penyakit leukemia
yang dirawat khususnya di ruang Perawatan Anak Lontara IV Atas, ditemukan
insiden pada tahun 2008 jumlah penderita leukemia sebanyak 130 orang. Sedangkan
pada tahun 2009 dengan jumlah pasien
sebanyak 120 orang.
f.
Patofisiologi
a. Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor
yang maligna, imaturnya sel blast. Adanya proliferasi sel blast, produksi
eritrosit dan platelet terganggu sehingga akan menimbulkan anemia dan
trombositipenia.
b. Sistem retikuloendotelial akan
terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh dan mudah
mengalami infeksi.
c. Manifestasi
akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow daninfiltran organ, sistem saraf
pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang yang akan
berdampak pada penurunan leukosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan
tekanan jaringan.
d.
Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat
terjadinya pembesaran hati, limfe, nodus limfe, dan nyeri persendihan.
(Suriadi & Rita Yuliani, 2006: 160)
g. Manifestasi
Klinis
Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit
leukemia adalah sebagai berikut:
a. Pilek tidak
sembuh-sembuh
b. Pucat,
lesu, mudah terstimulasi
c. Demam dan
anorexia
d. Berat badan
menurun
e. Petekie,
memar tanpa sebab
f. Nyeri pada
tulang dan persendian
g. Nyeri
abdomen
h. Limphadenopathy
i. Hepatosplenomegaly
j. Abnormal WBC
(Suriadi & Rita Yuliani, 2006: 162)
h. Test
Diagnostik
1. Pemeriksaan darah tepi : terdapat
leukosit yang imatur.
2. Aspirasi sum-sum tulang
(BMP):hiperseluler terutama banyak terdapat sel muda.
3. Biopsi sum-sum tulang.
4. Lumbal punksi untuk mengetahui
apakah sistem saraf pusat terinfiltrasi.
5.
Rontgen dada dan biopsi kelenjar limfa:menunjukkan
tingkat kesulitan tertentu.
(Arif Muttaqin, 2009:419 & Suriadi, Rita Yuliani,
2006:162)
i.
Penatalaksanaan
Medik
a. Transfusi darah
Biasanya
diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 gr % pada trombositopenia yang berat dan
perdarahan masih dapat diberikan transfusi trombosit.
b. Kortikosteroid yaitu prednison,
kortison, dexametasone setelah mencapai remisi dosis dikurangi demi sedikit dan
akhirnya dihentikan.
c. Transpalansi sumsum tulang
d. Kemoterapi merupakan bentuk terapi
utama dan pada beberapa kasus dapat menghasilkan perbaikan yang berlangsung
sampai setahun atau lebih. Obat yang biasanya digunakan meliputi daunorubicin,
hydrochloride (cerubidin), cytarabine (Cytosar-U), dan mercaptopurine
(purinethol).
( Handayani Wiwik, 2008)
j.
Pengobatan
Setiap
klinik mempunyai cara tersendiri, tergantung pada pengalamannya. Umumnya
pengobatan ditunjukkan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi
yang lebih lama.
Untuk
mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan
sebagai berikut :
a. Induksi Remisi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi yaitu
dengan pemberian berbagai obat di atas, baik secara sistematik maupun
intratekal sampai sel blas dalam sum-sum tulang kurang dari 5 %.hampir segera
setelah diagnosis di tegakkan, terapi induksi dimulai dan berlangsung selama 4
hingga 6 minggu. Obat-obatan utama yang dipakai untuk induksi pada ALL adalah
kortikosteroid (terutama prednison),
vinkristin dan L-asparraginase, dengan atau tanpa doksorubiisinn (daonomisin) dan sitosin.
Karena banyak di antara obat ini juga menyebabkan
mielosupresi unsur-unsur darah yang normal, periode waktu yang terjadi segera
sesudah remisi merupakan periode yang sangat menentukan. Tubuh pasien tidak
lagi memiliki pertahanan dan sangat rentan terhadap infeksi dan perdarahan
spontan.
b. Konsolidasi
Yaitu
agar sel tersisa tidak cepat memperbanyak diri.
c. Rumatan (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa
remisi yang lama biasanya dilakukan dengan pemberian sistostatika seperti dosis
biasa.
Terapi rumatan dimulai sesudah terapi indukisi dan
konsolidasi selesai dan berhasil dengan baik untuk memelihara remisi dan
selanjutnya mengurangi jumlah sel leukemia.
d. Reinduksi
Dimaksudkan
untuk merubah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3 – 6 bulan dengan
pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10 – 14 hari
Adanya sel-sel
leukemia dalam sumsum tulang, SSP atau testis menunjukkan terjadinya
relaps/kekambuhan penyakit. Terapi pada anak-anak yang mengalami relaps meliputi
terapi reinduksi dengan prednisone dan vinkristin, di sertai pemberian
kombinasi obat lain yang belum digunakan. Terapi preventif SSP dan terapi
rumatannya dilaksanakan sesuai dengan yang telah diuraikan sebelumnya dan
dilaksanakan setelah remisi.
e. Transpalansi sumsum tulang.
Transpalansi sumsum tulang
sudah dilakukan untuk penanganan anak-anak yang menderita ALL danAML dengan
hasil yang baik. Transpalansi ini tidak dikomendasikan untuk anak-anak yang
menderita ALL selama remisi yang pertama karena kemoterapi masih mungkin
memberikan hasil yang menakjubkan. Mengingat prognosis anak-anak yang menderita
AML lebih buruk, transpalansi sumsum tulang alogenik biasa dipertimbangkan
selama masa remisi pertama.
(Wong’s
essentials of pediatric nursing. 2009 Hal: 1139)
B.
Konsep Dasar Keperawatan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan yang berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial, spiritual yang komprehensif,
ditujukan pada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik yang sehat
maupun yang sakit dan mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Pelayanan
keperawatan merupakan bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan fisik dan
mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemajuan menuju kepada
kemampuan melaksanakan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari secara mandiri.
Di dalam memberikan asuhan keperawatan terdiri dari beberapa tahap atau
langkah-langkah proses keperawatan yaitu :
A. Pengkajian
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik sering kali
memberi tanda pertama yang menunjukkan adanya penyakit neoplastik. Keluhan yang
samar seperti perasaan letih, nyeri pada ekstermitas, berkeringat dimalam hari,
penurunan selera makan, sakit kepala, dan perasaan tidak enak badan dapat
menjadi petunjuk pertama leukimia
(Wong’s pediatric nursing 2009. Hal:1140)
Adapun pengkajian yang sistematis pada sistem hamatologi (leukemia)
meliputi
1. Biodata
a) Identitas klien : nama, umur, jenis
kelamin, agama, alamat, dan pendidikan.
b) Identitas penanggung : nama, umur,
jenis kelamin, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan alamat.
2. Riwayat kesehatan sekarang
a) Adanya kerusakan pada organ sel
darah/sum-sum tulang.
b) Gejala awal biasanya terjadi secara
mendadak panas dan perdarahan.
3. Riwayat kesehatan sebelumnya
a) Riwayat kehamilan/persalinan.
b) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
c) Riwayat pemberian imunisasi.
d) Riwayat nutrisi, pemberian makanan
yang adekuat.
e) Infeksi-infeksi sebelumnya dan
pengobatan yang pernah dialami.
4. Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi yang di dapatkan oleh klien yaitu BCG,
DPT (I, II, III), Polio (I, II ,III), Campak, Hepatitis, dan riwayat penyakit
yang berhubungan dengan imunitas seperti malnutrisi.
5. Riwayat Tumbuh Kembang
a.
Pertumbuhan Fisik
- Berat badan
BBL : 2500 gr – 4000
gr
3 - 12 bulan :
umur (bulan) + 9
2
1
- 6 tahun : umur (tahun) x 2 + 8
6 - 12 tahun : umur (tahun) x 7 – 5
2
- Tinggi Badan
Tinggi badan lahir :
45 - 50 cm
Umur 1 tahun : 75 cm
2 - 12 tahun : umur (tahun) x 6 + 7
Atau
1 tahun : 1,5 x TB lahir
4 tahun : 2 x TB lahir
6 tahun : 1,5 x TB setahun
13 tahun : 3 x TB lahir
Dewasa : 3,5 x TB lahir (2 x TB 2 tahun)
b.
Perkembangan tiap tahap usia
-
Berguling :
3-6 bulan
-
Duduk :
6-9 bulan
-
Merangkak :
9-10 bulan
-
Berdiri :
9-12 bulan
-
Jalan :
12-18 bulan
-
Senyum pertama kali dengan orang lain : 2-3 bulan
-
Bicara :
2-3 tahun
-
Berpakaian tanpa dibantu : 3-4 tahun
(Aziz
Alimul Hidayat, Hal : 27).
6. Pemeriksaan fisik
a)
Keadaan Umum
Meliputi : Baik,
Jelek, Sedang
b) Tanda-tanda
vital
- TD :
Tekanan Darah
- N
: Nadi
- P
: Pernapasan
- S
: Suhu
c) Antropometri
-
TB :
Tinggi badan
-
BB :
Berat badan
-
LLA : Lingkar lengan atas
-
LK :
Lingkar kepala
- LD : Lingkar dada
- LP
: Lingkar perut
d) Sistem
pernafasan
Frekuensi pernapasan, bersihan jalan napas, gangguan pola napas, bunyi
tambahan ronchi dan wheezing.
e) Sistem
cardiovaskuler
Anemis atau tidak, bibir pucat atau tidak, denyut nadi, bunyi jantung,
tekanan darah dan capylary reffiling time.
f) Sistem
pencernaan
Mukosa bibir dan mulut kering atau tidak, anoreksia atau tidak, palpasi
abdomen apakah mengalami distensi dan auskultasi peristaltik usus adakah
meningkat atau tidak.
g) Sistem
muskuloskeletal
Bentuk
kepala, extermitas atas dan ekstermitas bawah.
h) Sistem
integumen
Rambut : warna rambut, kebersihan, mudah tercabut
atau tidak
Kulit :
warna, temperatur, turgor dan kelembaban
Kuku : warna, permukaan
kuku, dan kebersihannya
i) Sistem
endokrin
Keadaan kelenjar tiroid, suhu tubuh dan ekskresi
urine.
j) Sistem
penginderaan
Mata : Lapang pandang dan
visus.
Hidung : Kemampuan penciuman.
Telingan : Keadaan daun telinga dan
kemampuan pendengaran.
k) Sistem
reproduksi
Observasi keadaan genetalia, dan perubahan fisik sistem reproduksi.
l) Sistem
neurologis
1)
Fungsi cerebral
2) Status mental : orientasi, daya ingat dan
bahasa.
3) Tingkat kesadaran (eye, motorik, verbal) :
dengan menggunakan Gaslow Coma Scale (GCS).
4)
Kemampuan berbicara.
5)
Fungsi kranial :
a)
Nervus I (Olfaktorius) :
Suruh anak menutup mata dan menutup salah satu lubang hidung, mengidentifikasi
dengan benar bau yang berbeda (misalnya jeruk dan kapas alkohol).
b)
Nervus II (Optikus) :
Periksa ketajaman penglihatan anak, Persepsi terhadap cahaya dan warna, periksa
diskus optikus, penglihatan perifer.
c)
Nervus III (Okulomotorius) : Periksa ukuran dan reaksi
pupil, periksa kelopak mata terhadap posisi jika terbuka, suruh anak mengikuti
cahaya.
d) Nervus
IV (Troklearis) : Suruh anak menggerakkan mata kearah bawah dan kearah dalam.
e)
Nervus V (trigemenus) : Lakukan palpasi pada pelipis
dan rahang ketika anak merapatkan giginya dengan kuat, kaji terhadap
kesimetrisan dan kekuatan, tentukan apakah anak dapat merasakan sentuhan di ats
pipi (bayi muda menoleh bila area dekat pipi disentuh), dekati dari samping,
sentuh bagian mata yang berwarna dengan lembut dengan sepotong kapas untuk
menguji refleks berkedip dan refleks kornea.
f)
Nervus VI (Abdusen) : kaji kemampuan anak untuk
menggerakkan mata secara lateral.
g)
Nervus VIII (Fasialis) : Uji kemampuan anak untuk
mengidentifikasiLarutan manis (gula), Asam (jus lemon), atau hambar (kuinin)
pada lidah anterior. Kaji fungsi motorik dengan meminta anak yang lebih besar
untuk tersenyum, menggembungkan pipi, atau memperlihatkan gigi, (amati bayi
ketika senyum dan menangis).
h) Nervus VIII (akustikus) : Uji pendengaran anak
i)
Nervus IX (glosofharingeus) : Uji kemampuan anak untuk
mengidentifikasi rasa larutan pada lidah posterior.
j)
Nervus X (vagus) : Kaji anak terhadap suara parau
dan kemampuan menelan, sentuhkan spatel lidah ke posterior faring untuk
menentukan apakah refleks muntah ada (saraf cranial IX dan X mempengaruhi
respon ini), jangan menstimulasi refleks muntah jika terdapat kecurigaan
epiglotitis, periksa apakah ovula pada posisi tengah.
k)
Nervus XI (aksesorius) : Suruh anak memutar kepala
kesamping dengan melawan tahanan, minta anak untuk mengangkat bahu ketika
bahunya ditekan kebawah.
l)
Nervus XII (hipoglosus) : Minta anak untuk mengeluarkan lidahnya.
periksa lidah terhadap deviasi garis tengah, (amati lidah bayi terhadap deviasi
lateral ketika anak menangis dan tertawa).dengarkan kemampuan anak untuk
mengucapkan “r”. letakkan spatel lidah di sisi lidah anak dan minta anak untuk
menjauhkannya, kaji kekuatannya.
6) Fungsi motorik : massa otot, tonus otot dan
kekuatan otot
7) Fungsi sensorik: respon terhadap suhu,
nyeri dan getaran
8) Fungsi cerebrum: kemampuan koordinasi dan
keseimbangan
7. Pemeriksaan diagnostic
a) Hitung darah lengkap : Menunjukkan normositik, anemia normositik.
Hemoglobin : Dapat kurang dari 10 g/100
ml
Retikulosit : Jumlah biasanya rendah
Jumlah trombosit : Mungkin sangat rendah
(<50.000/mm)
SDP : Mungkin lebih dari 50.000/cm
dengan peningkatan SDP imatur (“menyimpang ke kiri”).mungkin ada sel blast
Leukimia
b) PT/PTT : memanjang
c) LDH : Mungkin meningkat
d) Asam urat serum/urine : Mungkin meningkat
e) Muramidase serum (lisozim) : Peningkatan pada Leukimia monositik
Akut dan mielomositik.
f) Copper serum : Meningkat
g) Zink serum : Menurun
h) Biopsi sumsum tulang :
SDM abnormal biasanya lebih dari 50% atau Lebih dari sel blast, dengan prekusor
eritroid, sel imatur, dan megakariositis menurun.
i) Foto dada dan biopsy nodus limfe : Dapat mengindikasikan derajat
keterlibatan
(Doen
C. Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa
keperawatan menurut The North American Nursing Diagnosis Association NANDA)
adalah “suatu penilalan klinis tentang respon individu, keluarga. atau
kornunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual dan
potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi
keperawatan untuk mencapai tujuan dimana perawat bertanggung gugat ‘ (Wong, 2004)
Menurut Donna L
Wong 2004 diagnosa pada anak dengan leukemia adalah:
a. Resiko infeksi
berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
b. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
c. Resiko
terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
d. Resiko tinggi
kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
e. Perubahan
membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen
kemoterapi
f. Perubahan
nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise,
mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
g. Nyeri yang
berhubungan dengan efek fisiologis dan leukemia
h. Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi,
imobilitas.
i. Gangguan citra
tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada penampilan.
j. Perubahan
proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita leukemia.
k. Antisipasi berduka
berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak.
A.
Rencana
keperawatan
Rencana
keperawatan merupakan serangkaian tindakan atau intervensi untuk mencapai
tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan.
Intervensi keperawatan
adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dan pasien dan atau
tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.
Berdasarkan diagnosa yang ada maka dapat disusun
rencana keperawatan sebagai berikut (Wong ,2004: 595-602)
a. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya
sistem pertahanan tubuh
Tujuan: Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi
Intervensi
|
Rasional
|
a)
Pantau suhu dengan teliti
b) Ternpatkan anak dalam ruangan khusus
c) Anjurkan semua pengunjung dan staf rumah sakit
untuk menggunakan teknik mencuci
tangan dengan baik
d) Gunakan teknik aseptik yang cermat
untuk semua prosedur invasive
e) Evaluasi keadaan anak terhadap tempat tempat munculnya infeksi
seperti tempat penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi
f).Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut
dengan baik
g) Berikan
periode istirahat tanpa gangguan
h) Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia
i)Berikan antibiotik sesuai ketentuan
|
a) untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
b) untuk meminimalkan terpaparnya anak dan sumber
infeksi
c) untuk
meminimalkan pajanan pada organism infektif
d) untuk mencegah kontaminasi silang atau
menurunkan resiko infeksi
e) untuk intervensi dini penanganan infeksi
f) rongga mulut adalah medium yang baik untuk
pertumbuhan organism
g) menambah energi untuk
penyembuhan dan regenerasi seluler
h) untuk mendukung pertahanan alami tubuh
i) diberikan sebagai profilaktik atau mengobati
infeksi khusus
|
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
akibat anemi
Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Intervensi
|
Rasional
|
a)
Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan
untuk berpartisipasi dalam aktifitas sehari-hari
b)
Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa
gangguan
c)
Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang
diinginkan atau dibutühkan
|
a)
menentukan
derajat dan efek ketidakmampuan
b)
menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi
seluler atau penyambungan jaringan
c)
mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu
pemilihan intervensi
|
c. Resiko
terhadap cedera, perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
Tujuan : klien tidak menunjukkan bukti-bukti
perdarahan
Intervensi
|
Rasional
|
a)
Gunakan semua
tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada daerah ekimosis
b)
Cegah ulserasi oral dan rectal
c)
Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi
d)
untuk mencegah
perdarahan
e)
Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah
menurun, denyut nadi cepat, dan pucat)
f) Hindari
obat-obat yang mengandung aspirin
g) Ajarkan
orang tua dan anak yang lebih besar untuk mengontrol
|
a)
karena perdarahan memperberat kondisi anak dengan
adanya anemia
b) karena
kulit yang luka cenderung untuk berdarah
c) untuk
mencegah perdarahan
d) untuk mencegah perdarahan
e) untuk memberikan intervensi dm1 dalam mengatasi perdarahan
f)
karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit
g) untuk
mencegah perdarahan
|
d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan
dengan mual dan muntah
Tujuan : Pasien tidak mengalami
mual atau muntah.
Intervensi
|
Rasional
|
a)
Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi
b)
Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan
program kemoterapi
c)
untuk mencegah episode berulang
d)
Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
e) Berikan
cairan intravena sesuai ketentuan
|
a)
untuk mencegah mual dan muntah
b)
untuk mencegah episode berulang
c)
karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum
berhasil hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat
d) karena
jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik
e)
untuk mempertahankan hidrasi
|
e. Perubahan membran mukosa mulut stomatitis yang
berhubungan dengan efek samping agen kemoterapi
Tujuan : pasien tidak mengalami mukositis oral
Intervensi
|
Rasional
|
a)
lnspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral
b)
Untuk mendapatkan tindakan yang segera
c) Gunakan
sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jan yang dibalut kasa
d) Berikan
pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau tanpa larutan bikarbonat
e) Gunakan pelembab bibir
f)
Hindari penggunaan larutan lidokain pada anak kecil
g)
Berikan diet cair, lembut dan lunak
h) Inspeksi mulut setiap hari
i) Dorong
masukan cairan dengan menggunakan sedotan
j) Hindari
penggunaa swab gliserin, hidrogen peroksida dan susu magnesia
k) Berikan
obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan
l) Berikan analgetik
|
a)
untuk mendapatkan tindakan yang segera
b)
untuk mencegah trauma
c)
untuk menghindari trauma
d) untuk
rneningkatkan penyembuhan
e)
untuk menjaga agar bibir tetap lembab dan mencegah
pecah pecah (fisura)
f)
karena bila digunakan pada faring, dapat menekan
refleks muntah yang mengakibatkan
resiko aspirasi dan dapat menyebabkan kejang
g)
agar makanan yang masuk dapat ditoleransi anak
h) untuk
mendeteksi kemungkinan infeksi
i)
untuk membantu melewati area nyeri
j)
dapat mengiritasi jaringan yang luka dan dapat
membusukkan gigi, memperlambat
penyembuhan dengan rnemecah protein dan dapat mengeringkan mukosa
k)
untuk mencegah atau mengatasi mukositis
l)
untuk mengendalikan nyeri
|
f. Perubahan
nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise, mual dan muntah, efek
samping kernoterapi dan atau stomatitis
Tujuan : pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Intervensi
|
Rasional
|
a) Dorong orang tua untuk
tetap rileks pada saat anak makan
b) Izinkan anak memakan semua makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi
pada saat selera makan anak meningkat
c) Berikan
makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau suplemen
yang dijual bebas
d) Izinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan
pemilihan makanan
e) Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit
tapi sering
f) Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori
kaya nutrient
g) Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit
trisep
|
a)
jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat
langsung dan mual dan muntah serta
kemoterapi
b)
untuk mempertahankan nutrisi yang optimal
c)
untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisi
d) untuk
mendorong agar anak mau makan
e)
karna jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan
baik
f)
kebutuhan
jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk menghilangkan produk
sisa suplemen dapat memainkan peranan penting dalam mempertahankan masukan
kalori dan protein yang adekuat
g)
membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein
kalori, khususnya bila BB dan
pengukuran antropometri kurang
|
g. Nycri yang berhubungan dengan efek fisiologis dan
leukemia
Tujuan : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri
menurun sampai tingkat yang dapat diterirna anak
Intervensi
|
Rasional
|
a)
Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5
b) Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur
(misal pemantauan suhu non invasif,
alat akses vena
c) Evaluasi
efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi
d) Lakukan teknik pengurangan
nyeri
e) Berikan obat-obat anti nyeri
secara teratur
|
a)
informasi memberikan data dasar untuk
mengevaluasi kebutuhan atau
keefekti fan
b) untuk
meminimalkan rasa tidak aman
c)
untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian
atau obat
d) sebagai
analgetik tambahan
e)
untuk mencegah kambuhnya nyeri
|
h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
pemberian agens kemoterapi, radioterapi, imobilitas
Tujuan : pasien mempertahankan integritas kulit
Intervensi
|
Rasional
|
a) Berikan
perawatan kulit yang cermat, terutama di dalam mulut dan daerah perianal
b) Ubah posisi
dengan sering
b)
Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan
d) Kaji kulit yang kering terhadap efek samping
terapi kanker
e) Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk dan
menepuk kulit yang kering
f) Dorong masukan kalori protein yang adekuat
g) Pilih pakaian yang longgar dan lembut diatas
area yang teradiasi
|
a)
karena area ini cenderung mengalami ulserasi
b)
untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada
kulit
c)
mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit
d)
efek kemerahan atau kulit kering dan
pruritus,ulserasi dapat terjadi dalam area radiasi pada beberapa agen
kemoterapi
e)
membantu mencegah friksi atau trauma kulit
f)
untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negatif
g) untuk
meminimalkan iritasi tambahan
|
i. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia
atau perubahan cepat pada penampilan
Tujuan : pasien atau keluarga
menunjukkan perilaku koping positif
Intervensi
|
Rasional
|
a)
Dorong anak untuk memilih wig (anak perempuan) yang
serupa gaya dan warna rambut anak sebelum rambut mulai rontol
b)
Berikan penutup kepala yang adekuat selama pemajanan
pada sinar matahari, angin atau dingin
c)
Anjurkan untuk menjaga agar rambut yang tipis itu
tetap bersih, pendek dan halus
d)
Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh dalam 3 hingga 6
bulan dan mungkin warna atau teksturnya agak berbeda
e) Dorong hygiene, berdandan, dan alat-alat yang
sesuai dengan jenis kelamin ,misalnya wig, skarf, topi, tata rias.
|
a)
untuk membaritu mengembangkan penyesuaian rambut
terhadap kerontokan rambut
b)
karena hilangnya perlindungan rambut
c)
untuk menyamarkan kebotakan parsial
d)
untuk menyiapkan anak dan keluarga terhadap perubahan
penampilan rambut baru
e)
untuk meningkatkan penampilan
|
j. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan
mempunyai anak yang menderita leukemia
Tujuan : pasien atau keluarga
menunjukkan pengetahuan tentang prosedur diagnostik atau terapi
Intervensi
|
Rasional
|
a)
Jelaskan alasan setiap prosedur yang akan dilakukan
pda anak
b)
Jadwalkan waktu agar keluarga dapat berkumpul tanpa
gangguan dan staf
c)
Bantu keluarga merencanakan masa depan, khususnya
dalam membantu anak menjalani kehidupan yang normal
d)
Dorong keluarga untuk mengespresikan perasaannya
mengenai kehidupan anak sebelum diagnosa dan prospek anak untuk bertahan
hidup
e)
Diskusikan bersama keluarga bagaimana mereka
memberitahu anak tentang hasil tindakan dan kebutuhan terhadap pengobatan dan
kemungkinan terapi tambahan
f) Hindari untuk menjelaskan hal-hal yang tidak
sesuai dengan kenyataan yang ada
|
a)
untuk meminimalkan kekhawatiran yang tidak perlu
b)
untuk mendorong komunikasi dan ekspresi perasaan
c)
untuk meningkatkan perkembangan anak yang optimal
d)
memberikan kesempatan pada keluarga untuk menghadapi
rasa takut secara realistis
e)
untuk mempertahankan komunikasi yang terbuka dan jujur
f)
untuk mencegah bertambahnya rasa kekhawatiran
keluarga
|
k. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan
potensial kehilangan anak
Tujuan :
pasien atau keluarga menerima dan mengatasi kemungkinan kematian anak
Intervensi
|
Rasional
|
a) Kaji tahapan berduka terhadap anak dan keluarga
c)
Berikan kontak yarg konsisten pada keluarga
d)
Bantu keluarga
merencanakan perawatan anak, terutama pada tahap terminal
e)
Fasilitasi anak untuk mengespresikan perasaannya
melalui bermain
|
a)
pengetahuan tentang proses berduka memperkuat
normalitas perasaan atau reaksi terhadap apa yang dialarni dan dapat membantu
pasien dan keluarga lebih efektif menghadapi kondisinya
b)
untuk menetapkan hubungan saling percaya yang mendorong
komunikasi
c)
untuk meyakinkan bahwa harapan mereka
diimplementasikan
d) memperkuat normalitas perasaan atau reaksi
terhadap apa yang dialami
|
E. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dan
perencanaan keperawatan yang telah dibuat untuk rnencapai hasil yang efektif.
Dalam pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan keterampilan dan
pengetahuan hams dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang diberikan
baik mutunya. Dengan demikian tujuan dan rencana yang telah ditentukan dapat
tercapai (Wong. 2004:33 1).
F. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan
rencana keperawatan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien. Menurut Donna L
Wong (2004:596-610) hasil yang diharapkan pada klien dengan leukemia adalah:
1)
Anak tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
2)
Berpartisipasi dalam aktifitas sehari-sehari sesuai
tingkat kemampuan, adanya laporan peningkatan toleransi aktifitas.
3)
Anak tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan.
4)
Anak menyerap makanan dan cairan, anak tidak mengalami
mual dan muntah
5)
Membran mukosa tetap utuh, ulkus menunjukkan tidak
adanya rasa tidak nyaman
6)
Masukan nutrisi adekuat
7)
Anak beristirahat dengan tenang, tidak melaporkan dan
atau menunj ukkan bukti-bukti
ketidaknyamanan, tidak mengeluhkan perasaan tidak nyaman.
8)
Kulit tetap bersih dan utuh
9)
Anak mengungkapkan masalah yang berkaitan dengan
kerontokan rambut, anak membantu menentukan metode untuk mengurangi efek
kerontokan rambut dan menerapkan metode mi dan anak tampak bersih, rapi, dan
berpakaian menarik.
10) Anak dan keluarga menunjukkan pemahaman
tentang prosedur, keluarga menunjukkan pengetahuan tentang penyakit anak dan
tindakannya. Keluarga mengekspresikan perasaan serta kekhawatirannya dan
meluangkan waktu bersama anak.
11) Keluarga
tetap terbuka terhadap konseling dan kontak keperawatan